Sumpah pocong adalah tradisi sumpah yang dilakukan oleh seseorang dengan kondisi terbalut kain kafan layaknya orang yang telah meninggal. Sumpah ini kadang dipraktekkan dengan cara yang berbeda, misalnya pelaku sumpah tidak dipocongi tapi hanya dikerudungi kain kafan dengan posisi duduk.
|
sumber blogreview.com |
Sumpah pocong ini biasanya dilakukan oleh pemeluk agama Islam dan dilengkapi dengan saksi dan dilakukan di rumah ibadah (masjid). Sebenarnya, di dalam hukum Islam tidak ada sumpah dengan mengenakan kain kafan seperti ini. Sumpah ini merupakan tradisi lokal yang lahir dari norma-norma adat setempat.
Di dalam pengadilan Indonesia, sumpah ini merupakan salah satu alat pembuktian yang dijalankan oleh pengadilan dalam memeriksa perkara-perkara perdata, walaupun bentuk sumpah pocong sendiri tidak diatur dalam peraturan Hukum Perdata dan Hukum Acara Perdata. Sumpah ini lahir karena adanya perselisihan antara seseorang sebagai penggugat melawan orang lain sebagai tergugat, biasanya berupa perebutan harta warisan, hak-hak tanah, utang-piutang, dan sebagainya.
Sumpah pocong di pengadilan ada dua macam yaitu Sumpah Suppletoir dan Sumpah Decisoir. Sumpah Supletoir atau sumpah tambahan dilakukan jika sudah ada bukti permulaan tapi belum bisa meyakinkan kebenaran fakta, karenanya perlu ditambah sumpah. Dalam keadaan tanpa bukti sama sekali, hakim akan memberikan sumpah decisoir atau sumpah pemutus yang sifatnya tuntas, menyelesaikan perkara. Dengan menggunakan alat sumpah decisoir, putusan hakim akan semata-mata tergantung kepada bunyi sumpah dan keberanian pengucap sumpah. Agar memperoleh kebenaran yang hakiki, karena keputusan berdasarkan semata-mata pada bunyi sumpah, maka sumpah itu dikaitkan dengan sumpah pocong . Sumpah pocong ini dilakukan untuk memberikan dorongan psikologis pada pengucap sumpah untuk tidak berdusta.
Setiap perkataan kita, apalagi sumpah memiliki banyak konsekuensi, jadi berhati-hatilah dalam berucap.