Misteri Mata Air Zubaedah, Mata Air di Tengah Gurun Pasir. Dalam ramah-tamah dengan Korps Wanita Angkatan Bersenjata di Istana Negara
Jakarta, 28 Desember 1965, Presiden Sukarno mengatakan bahwa perempuan
selalu ikut dalam setiap revolusi besar dalam sejarah manusia. Sukarno
menyebut Zubaidah yang membangun aliran air ke Mekah yang dinamakan “air
Zubaidah.” “Revolusi yang diadakan Nabi Muhammad saw. misalnya,
mengenal nama Zubaidah,” kata Sukarno.
Zubaidah (wafat tahun 831) adalah istri paling dicintai Harun al-Rasyid
(memerintah 786-803). Harun salah satu khalifah Dinasti Abbasiyah yang
kerap melaksanakan haji. Dia bersama istri, anak-anak, dan para fukaha
telah sembilan kali naik haji. Jika tidak pergi haji, dia
memberangkatkan 300 orang berhaji dengan dibekali biaya besar dan
pakaian mewah. (Baca: Kisah Harun Dari Negeri Seribusatu Malam)
Menurut Michael Wolfe dalam Haji, karena ingin mempermudah para jemaah
haji di abad-abad mendatang, Zubaidah membiayai penggalian seratus sumur
di sepanjang jalur al-Kufa di Irak selatan sampai ke Mina di Mekah. Air
merupakan kebutuhan mendasar bagi para jemaah haji di daerah yang
gersang itu. (Baca: Calo-calo Haji dan Haji Singapura)
Saluran itu, tulis Wolfe, “abu-abu yang kelihatan usang dan terbuat dari
batu serta bata melalui proses peleburan. Ini adalah saluran air yang
cukup besar yang berasal dari abad ke-8.”
Pembuatan saluran dan sumur-sumur itu menelan biaya sebesar 1.500.000
dinar. “Zubaidah merupakan sosiawan yang jarang tandingannya. Sampai
sekarang saluran air itu terkenal dengan Air Zubaidah (mata air
Zubaidah),” tulis Huzaemah T., “Konsep Wanita Menurut Quran, Sunah, dan
Fikih,” termuat dalam Wanita Islam Indonesia dalam Kajian Tekstual dan
Kontekstual.
Selain itu, menurut Huzaemah, Zubaidah membuat banyak masjid, waduk
untuk irigasi, dan jembatan di wilayah Hijaz, Syam, dan Bagdad. Bahkan,
dia bersama suaminya berjasa dalam rekonstruksi dan rehabilitasi Mekah.
Menurut Christiaan Snouck Hurgronje dalam Tulisan-tulisan Tentang Islam
di Hindia Belanda, di waktu biasa sumber-sumber air tersebut memasok air
lebih dari cukup ke kota Mekah untuk keperluan rumahtangga, mencuci
pakaian, dan mandi. Persediaan air di sumur-sumur itu tidak berkurang
walau lama tak turun hujan.
Terkait sumber air tersebut, Dr Dickson, wakil Inggris di Dewan
Kesehatan Internasional, melaporkan mengenai ibadah haji pada 1885:
“Tempat-tempat penampungan air di Arafah diisi dengan air jernih dari
pipa air Zubaidah dan setiap orang dengan sesuka hati boleh mengambil
air dari situ dengan cuma-cuma; tetapi oleh karena orang tidak mengambil
tindakan untuk melarang mandi di tempat itu, maka airnya lalu tidak
layak (untuk diminum).”
sumber : http://forum.viva.co.id/misteri/1673418-misteri-mata-air-zubaedah-di-tengah-gurun.html