Sejarah dan Misteri Kacamata Hitam Soekarno

Sejarah dan Misteri Kacamata Hitam Soekarno. Salah satu peninggalan Soekarno yang masih misteri, dan mungkin akan tetap misteri adalah “Kacamata hitam.” Menurut rumor yang berkembang, kacamata yang bung Karno pakai adalah kacamata tembus pandangan yang dapat melihat orang yang didepannya telanjang. Inilah yang membuat setiap berpidato beliau tetap semangat, sebab dengan kacamata itu ia dapat melihat orang-orang di depannya seolah-olah tanpa busana.

Tidak jelas bagaimana citra yang dilewatkan oleh lensa kacamata ini, apakah dapat membuat lekak-lekuk wanita yang aduhai terlihat jelas, atau membuat sipengguna dapat melihat hingga pada tulang belulang orang. Tetapi kalau yang terakhir ini yang terjadi, bukannya rangsangan syahwat yang didapat tetapi sebaliknya jadi terasa seperti ditengah-tengah kerangka-kerangka hidup.

Tujuan tulisan ini bukannya untuk membahas tentang ketelanjangan, bodi yang syur dan aduhai, yang membuat anda terangsang. Bukan… tetapi saya ingin mengajak anda untuk menggunakan jenis kacamata bung karno yang bukan hanya melihat citra superfisial tetapi lebih dari itu dapat melihat jauh lebih dalam.

Terbukti bahwa kemanusiaan kita menggiring kita hanya mampu untuk menyukai orang-orang yang memiliki persamaan dengan kita. Apakah persamaan dalam latar belakang, pendidikan, etnis, hobby, bahkan persamaan selera dan kesukaan. Semakin banyak persamaan kita dengan seseorang maka semakin tinggi tingkat kesukaan kita pada orang tersebut. Salah satu yang membuat kita seperti itu adalah program di otak kita. Otak kita sudah terprogram lewat pendidikan orang tua, guru, sekolah, dan lingkungan bahwa keadaa ideal, keadaan baik, orang yang tepat adalah sosok pribadi seperti yang kita miliki.

Pribadi yang kita miliki adalah hasil pembentukan dari lingkungan, dan kemudian dari semua usaha trial and error maka kita memutuskan sikap terilaku tertentulah yang terbaik, dan inilah kemudian akan diadopsi. Ini menuntun kita bersikap bahwa bila ada orang lain yang berlaku tidak seperti kita maka sikap itu bukanlah perilaku yuang terbaik. Jadi dengan kata lain secara alami kita akan bersikap, ?Kalau anda sama seperti saya maka saya akan mengasihi anda.?

Celakanya, kadang kita memandang seseorang dan dalam sepermilli detik kita sudah putuskan untuk menyenanginya atau tidak. Kita membuat keputusan bagaimana selanjutnya berintaksi dengan seseorang tanpa tahu sepenuhnya tentang orang itu. Seyogyanya, jangan segera menutup pikiran sehingga menutup kesempatan untuk mengenal orang lain. Jangan menghakimi orang lain atas pertimbangan yang superfisial, pertimbangan yang instant dan dangkal.