Misteri Sosok Mistis Penjaga Hutan Kalimantan. Setiap tempat di dunia ini pasti terdapat sisi mistis atau keberadaan makhluk halus yang tak kasat mata. Di Kalimantan Barat, khususnya di kalangan masyarakat Dayak pedalaman, dikenal hewan mistis penghuni rimba raya, hewan ini sejenis harimau dahan. Akan tetapi, ini bukan jenis satwa yang bisa dilihat oleh semua orang. Kebanyakan hanya bisa di dengar suaranya berupa bunyi sayup “kung, kung, kung”, tetapi bergema dan menggetarkan bagi orang yang mendengarnya.
Apakah satwa itu nyata? Menurut penuturan orangtua, Kek Tung menyerupai jenis harimau dahan, berkulit hitam, berbadan besar, dan bersuara menggema.
Apabila Kek Tung bersuara, berbagai isyarat bisa ditangkap oleh para penatua. Di antaranya isyarat buah-buahan di hutan akan melimpah atau sebaliknya panen ladang akan gagal atau serangan sampar. Kek Tung nyata sebagai bagian komponen alam. Kalaupun masyarakat menilainya mistis, itu sah-sah saja jika dikaitkan dengan kearifan tradisi. Suara Kek Tung hanya bisa didengar di kawasan hutan yang masih lestari, seperti rimba belantara yang belum terjamah tangan panas kapitalis.
Itu pula sebabnya di area hutan yang pernah terdengar suara Kek Tung, belum ada manusia yang berani merambahnya. Contohnya, Bukit Sedayang yang hingga kini masih dipenuhi oleh lebatnya buah durian, madu pohon, air jernih, udara segar, dan aneka hasil alam. Kisah serupa juga ada di Kabupaten Sintang. Aktivis lingkungan kelahiran Sintang, Shaban Stiawan, mengaku pernah mendengar suara mistis itu di belantara rimba.
Di daerah lain di pedalaman Kalbar, yakni Kecamatan Simpang Dua, Kabupaten Ketapang, sekitar 200 kilometer dari Kota Pontianak, makhluk ini disebut Kek Catok. Ada legenda tersendiri, mengapa masyarakat menyebut makhluk ini sebagai Kek Catok. Tokoh Dayak Simpakng yang telah lama tinggal dan bekerja di Kota Pontianak, FX Beleng (53), menuturkan, hikayat Kek Catok sudah begitu menyatu dalam ritme kehidupan masyarakat pedalaman sebagai penjaga hutan yang paling tua. Itu sebabnya, mereka senantiasa mengelola hutan secara lestari, mempertahankan tradisi berladang, dan menolak perkebunan monokultur yang merusak alam.
“Selain Kek Catok, kami juga menyebutnya togukng, macatn daan, serta remaong. Wujudnya benar-benar berupa satwa, tetapi memiliki nilai mistik melalui suaranya. Jika bersuara, isyarat akan terjadi sesuatu, pada umumnya ke arah yang buruk,” tutur Beleng, yang oleh Komunitas Dayak Simpakng di Kota Pontianak diberi kepercayaan sebagai tamongokng atau semacam kepala adat.
Sesuatu yang buruk tersebut bisa berupa gagal panen, tokoh tertentu akan meninggal dunia, serta malapetaka. Juga isyarat onya sumakng labatn atau orang yang menikah dengan hubungan sedarah yang amat dilarang adat.